Senin, 23 Juni 2008

p e n a n t i a n

mimpi itu datang tak pandang dentang
mimpi itu pergi walau masih dini
mimpi itu membuncahkan riang
mimpi itu merontokkan sendi
mimpi itu membusungkan dada
mimpi itu merendahkan diri

penantian ini menjepit
dan semakin menghimpit
bilakah dia akan menghampiri
dan memberi arti
penantian ini melunturkan
dan membuyarkan harapan
dimanakah dia akan hadir
dan rapi berjejer

namun…
masa bukanlah kuasaku
walau…
mimpi adalah hakku

andai menanti adalah rupa mimpi
maka mimpi menjadi ilusi
andai setiap mimpi adalah ilusi
maka mimpi tiada arti
andai tiap mimpi tiada arti
maka mimpi adalah mati
berarti mimpi bukan dari illahi
padahal mimpi adalah adi kodrati

mimpi…,
hanya itu yang kita punyai
walau lama tetap dinanti
karna nanti, mimpi jadi pasti

16012006


JALAN MENURUN

Tapak demi tapak
Langkah demi langkah
Berliku dan penuh belokan
Berjalan menurun
Bertumpu pada kalbu yang lesu
Mencari makna diantara bebatuan
Berjalan lamban
Bersandar pada liukan air
Mencari arti diantara buih

Dingin memercik
Sejuk menusuk
Menunjuk setitik onak
Ah…, bukan cuma setitik
Tampak noktah dalam benak

Sanggupkah setetes menghapus resah
Mampukah sepercik membalut perih
Bisakah sedulang menutup noktah
Cukupkah pembasuhan menebus roh

Tidak
Tidak akan cukup
Tidak akan sanggup
Tapi, anugerah mampu
Dan…, kita butuh curahan anugerah
Tak sekedar langkah

Kalikuning, 180704


Rabu, 18 Juni 2008

DUA MALAM SATU MIMPI

-satu-
Pertandakah itu, ketika aku terjaga dan sosokmu terjelma
Percumakah ini, pabila kuhanya menguntai kata, mengurai sapa
Sadarkah kau, hai perempuan jika rautmu memenuhi waktuku
Beranikah aku, memberimu hati yang kupunya yang hanya satu
Sepadankah kita, teringat masa yang mendekat

Bukan harta
bukan pula nama
apalagi rupa
tak juga tahta
yang kudamba darimu perempuan
ketika kita, aku dan kau melanglang satu rasa, satu cinta
tak perlu kata, tapi nada
tak butuh angkuh, tapi ramah
tak peduli apa, tapi bersama
tak ingin lagi … apapun

-dua-
malam ini
terjaga dari mimpi
seperti malam kemarin
terhentak tak kuasa menolak
relungku kau robek
dengan sebilah senyum

Bayangmu mengikuti langkahku
Rautmu menghampiri mimpiku
Tatapmu mengiringi imajiku
Sentuhmu meresapi belulangku
Sukmamu mengisi kalbuku
Ucapmu menerangi batinku

engkau perempuan tak tahu diri
membuatku terjaga ditengah hari yang masih beku

melukis bayangmu dengan hati
tak kuasa menolak
ketika engkau kembali
seperti malam ini


bunda

Bunda,
Apa yang tersirat di benakmu tatkala mengandungku
Apa yang bunda risaukan tatkala melihatku hadir
Apa yang engkau harapkan tatkala memberiku sebuah nama
Apa yang bunda rancang tatkal menyapihku
Apa yang engkau gentarkan tatkala menimangku
Apa yang bunda doakan tatkala mendengarku mulai bicara
Apa yang engkau damba tatkala melihatku mulai melangkah
Apakah bunda juga ragu akan hari depanku

Bunda,
Tidak panjang engkau menuntun langkahku hanya separuh dekade
Tidak banyak pula yang kuingat
Tapi, aku tahu, engkau sangat mencintaiku
Tidak persis pula aku ingat gurat wajahmu
Hanya samar melalui gambar
Tapi itu tidak mengaburkan syukurku

Bunda,
Kuingin tahu apa yang akan kaukatakan
Ketika melihatku kini
Anilah anak yang kaurangkul dulu
Yang bunda timang dengan sayang
Yang engkau bawa dengan bangga

Bunda
Tersenyumkah engkau kini, melihat anakmu
Sejujurnya aku ingin melihat engkau tersenyum,
bangga dan berkata, “Inilah anakku yang kubanggakan dulu, terlebih kini!”
dan akupun sudah mencoba bunda
tapi kerap aku jatuh dalam bimbang, ragu dan khawatir

anakmu kini meniti hari-hari yang tidak lagi hijau
9131 hari telah kulalui
dan mungkin masih banyak lagi yang akan kudaki
tak tahu apakh usiaku menunjukkan dewasaku
tapi yang sangat pasti aku berterima kasih bunda
telah menjaga dan merawatku walau singkat
dimanapun adamu kini kingin mengucap terima kasih
dan kuharap bunda tersenyum memandangku

jenda, 18-190202

kata dan rasa

kala kata dan rasa tak sama
kala kata bukanlah makna rasa
kala kata bukan jelmaan rasa
kata dan rasa tak sama lagi
kala rasa tak menjelma kata

menjaga rasa membuatmu hilang kata
engkau berkata sekedar saja
rasa engkau pendam dengan tata
bahkan tawa pun bukan arti rasa
hanya untuk menjaga lega
bagi kita

jika kata yang utama
maka sirnalah makna
jika kata yang pertama
maka lenyaplah cinta
jika kata yang berkuasa
maka pupuslah raga
jika kata yang kaya
maka pudarlah agama
jika kata yang ada
maka luruhlah rasa

iman bukan kata, tapi rasa
jangan timbun rasa dengan kata
biarlah kata ada karena rasa nyata
milikilah rasa, tak sekedar kata
kala kata adalah rasa, itulah makna